Selasa, 26 Februari 2013

KENANGAN : Tahun 1973 , Klub Jerman St Pauli dikalahkan Timnas , Lalu Berhasil Kalahkan persebaya dan Cukur Psms 6-0



Pada awal tahun 1973, keseblasan asal Jerman Barat, St. Pauli, yang masih bersetatus semipro pernah berkunjung ke indonesia. Pada pertandingan awal disenayan melawan Timnas Senior, St.Pauli digasak langsung dengan skor 4-2. Timnas pada saat itu dihuni oleh iswadi idris, judo hadianto, Risdianto dan andi lala.
Kemudian dalam lawatannya ke Surabaya, mereka berhasil menundukkan Persebaya Surabaya 4 -2, Kesebelasan St. Pauli saat bertandang ke Medan berhasil memulihkan gengsi sepakbola Jerman Barat dengan menembus gawang PSMS Medan yang dikawal kiper ke 2 nasional, Ronny Pasla dengan setengah lusin gol 6-0 tanpa balas.
Bisa menghajar PSMS sebagai Juara PSSI dan Pemenang Piala Presiden Soeharto di kandangnya sendiri dengan skor telak memang merupakan suatu hal yang tidak mudah pada saat itu. Karena di tahun era 70’ PSMS terkenal garang di Kandangnya. Walaupun kalah juga tak pernah lebih dari skor 2-0. PSMS pada saat itu tidak menurunkan penyerang Tumsila dan poros-halang Anwar Ujang yang terkadang dipasang sebagai bek kanan. Mungkin tanpa kehadiran dua andalan PSMS ini, menjadikan serangan barisan utama Medan menjadi tumpul dan benteng pertahanannya menjadi rapuh.
Sementara digantinya penjaga gawang Larsen oleh Lange menjadi titik balik permainan st. Pauli. Klub jerman ini menerapkan taktik permainan pendek dengan aksi bintang mereka RenĂ© Martens yang berhasil menjinakkan Sukiman cs dan kawan-kawan. Terlihat sekali Kesebelasan PSMS tanpa dua pemain inti tersebut menjadi kehilangan bobot? Dan cerita yang berkembang bahwa setelah Juara Piala Presiden Soeharto, tim PSMS terus di buru pujian atas prestasi, yang menjadikan anak-anak Medan menjadi jenuh dan jemu bersepakbola.
Dan ada lagi satu faktor yang nampaknya lebih dekat pada kebenaran: bahwa diera masa lalu semangat pertandingan "persahabatan" agaknya kurang bisa membangkitkan fanatisme daerah.Faktor yang selama ini amat menentukan Kesebelasan Medan bermain dengan kegairahan dan haus kemenangan di era jayanya . Kekalahan 6 gol tanpa balas ternyata lebih tepat dinilai sebagai pelajaran ulangan bagi Kesebelasan PSMS bahwa semangat dan kemauan bisa mengimbangi teknik untuk mencapai suatu kemenangan, sementara teknik yang rendah tanpa semangat dan kemauan yang keras hanya lebih tepat menjadikan PSMS dimangsa lawan. Dan faktor ketrampilan teknis inilah yang agaknya menempatkan Kesebelasan PSMS tidak konsisten dalam prestasi internasionalnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai wakil PSSI. Walaupun pada saat itu kemampuan tim PSMS sangat memungkinkan untuk menjadi keseblasan yang tangguh di kawasan ASIA.(ry)

Senin, 18 Februari 2013

Budaya Salah Kaprah Hooliganisme di Indonesia












HOOLIGAN. Mungkin inilah sebuah kata yang saat ini sedang sangat populer dikalangan penikmat sepakbola Negeri ini. Nama Hooligan saat ini memang telah menjadi sebuah trend dikalangan supporter Indonesia layaknya Skinhead, Punk atau Mods. Contoh kecil, ratusan bahkan ribuan orang memakai nick name kata Hooligan ini pada akun jejaring sosial mereka. Belum lagi ratusan design tshirt/sweater/jacket yang menunjukan bahwa mereka si pemakai adalah seorang Hooligan Sepakbola sebuah tim di Indonesia. Dan masih banyak gejala sosial lainnya yang menunjukan Hooligan saat ini menjadi sebuah trend dikalangan para supporter di tanah air.
Tapi tahukah mereka apa arti sebenarnya dari kata Hooligan tersebut? Kata Hooligan sendiri tidak hanya berfungsi menjadi kata benda (noun) saja yang berarti pendukung fanatik tim Inggris. Dalam konteks yang lebih luas, Hooligan bisa pula berfungsi menjadi kata sifat (adjective), kata kerja (verb), dan kata keterangan (adverb). Semua kelompok kata tersebut mewakili perilaku, sifat, pekerjaan atau perbuatan, dan keterangan atau keadaan yang menggambarkan perilaku tidak sportif, tidak jantan, tidak mau mengakui dan menerima kekalahan, anarki, destruktif, serta fanatisme buta. Jadi, Hooligan bukan hanya ada dalam kamus persepakbolaan, melainkan juga dapat diadopsi dalam realitas yang lain, termasuk politik. Hooliganisme diartikan sebagai tindakan atau perilaku kekerasan dan destruktif. Istilah Hooliganisme sendiri sudah muncul sejak akhir abad ke 19 tepatnya pada 1898 di Inggris.
Hooligan sendiri mengandung artian fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanding. Hooligan merupakan stereotip supporter dari Negara Inggris, tetapi saat ini telah menjadi sebuah fenomena global. Sebagian besar dari para Hooligan ini merupakan para back-packer yang sangat berpengalaman dalam bepergian. Mereka sering menonton pertandingan yang sangat beresiko besar. Banyak dari mereka sering keluar masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik dengan supporter musuh maupun dengan pihak keamanan sebuah wilayah. Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan dengan sangat matang untuk sebuah perkelahian. Mereka sangat jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim idolanya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar tidak terdeksi oleh pihak keamanan dan pendukung musuh. Para Hooligan ini biasanya tidak duduk dalam satu tempat bersama-sama, tetapi berpencar-pencar. Dan satu yang pasti tujuan utama para Hooligan ini hadir dalam sebuah pertandingan yaitu ingin membuat sebuah keributan, dan menonton sebuah pertandingan menjadi tujuan mereka selanjutnya.
Lalu apakah keadaan ini sejalan dengan tingkah laku para supporter di Negeri ini? Jawabannya sudah pasti sangat jauh sekali. Dalam kamus para Hooligan, kehadiran mereka di arena pertandingan mungkin hanya menyanyikan dan mengumandangkan chants-chants tim kebangsaan mereka dan tidak pernah mengenal dengan yang nama nya tetabuhan tambur dan tari-tari an di dalam stadion layaknya supporter di Indonesia. Selain itu pun para Hooligan tidak mengenal dengan yang namanya flair berwarna dan berasap tebal atau beraneka ragam petasan yang selama ini sering terlihat dan menjadi ciri khas stadion-stadion di Indonesia (karena hal ini merupakan ciri khas para Ultras).
Sangat disayangkan Hooligan di Indonesia saat ini lebih diartikan menjadi sebuah trend bahkan fashion, karena namanya yang sangat keren dan kebarat-baratan. Mereka cenderung menjadi seorang fashion victim/poser, yang memakai sesuatu tanpa tau maksud dan tujuan dibalik pakaian/atribut yang mereka gunakan. Memakai tshirt dengan kata-kata yang super menakutkan dan menunjukan seorang Hooligan sejati, tetapi untuk melakoni laga away saja harus berfikir berpuluh-puluh kali karena kota A dan B bukan bagian dari teman kelompok mereka. Apakah seperti ini layak menyandang ‘gelar’ seorang Hooligan? Inilah budaya salah kaprah yang terjadi dikalangan para pecinta sepakbola tanah air selama ini. Kenapa kita tidak percaya diri untuk memakai dan mengembangkan culture kita sendiri yang sudah turun menurun dan cenderung bangga memakai culture luar. Sudah saat nya kita semua kembali pada culture budaya kita sebagai orang timur, termasuk dalam hal menjadi seorang supporter sepakbola. Mengapa harus bangga menggunakan kata-kata Hooligan, Ultras, atau sejuta kata keren lainnya yang jelas-jelas bukan milik kita. Perkenalkan budaya kita pada dunia bukan kita yang menjadi korban budaya dunia.

*disunting dari berbagai sumber*